Pada dasarnya, Multi Level Marketing (MLM) memliki dua prinsip dasar. Pertama, adanya produk yang dijual dan kedua, sistem penjualan produk. Sebagian mengatakan bisnis MLM ini bila dijalankan dengan baik akan memberikan kesejahteraan kepada para membernya. Namun, tidak sedikit yang memberikan image negatif bahwa ini hanyalah skema bisnis penipuan. Seringkali disalahgunakan oleh oknum-oknum yang terlibat dan ingin mengambil jalan pintas untuk menjadi kaya.
Yang seringkali terjadi dalam sistem MLM justru produk yang dijual menjadi tidak penting, bahkan diabaikan. Karena ketika menawarkan melakukan prospek ke orang kemudian menggunakan taktik “menjebak”calon pembelianya. Sehingga banyak kalangan masyarakat berpendapat jika MLM ada yang menjual produk yang tidak berwujud. Sebenarnya benarkah MLM boleh menjual produk “ghaib”?
Inilah yang diangkat dalam tema talkshow interaktif hari ke-3 APLI Exhibition 2022 yakni “MLM Jual Produk Ghaib”. Sebagai nara sumber yang hadir yaitu:
- Dendy Apriandi, ST (DIrektur Deregulasi Penanaman Modal BPKM)
- Ronny Salomo Maresa (Kepala Subdirektorat Distribusi Langsung & Waralaba)
- Aldison, SH. Selaku (Kepala Biro Perundang-udangan dan Penindakan Bappebti)
- Dr. U. Mulyaharjo, SH.,SE.,MH.,MKn.CLA (Praktisi Hukum), selaku moderator acara
Bisnis MLM merupakan salah satu bagian dari sistem penjualan langsung (direct selling). Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dengan sistem penjualan langsung atau disebut perusahaan penjualan langsung yang memiliki risiko tinggi dan harus memiliki surat izin usaha penjualan langsung.
Dendy Apriandi menerangkan bahwa saat ini yang di atur oleh PP No. 2/2020 ada sebanyak 1790 KBLI. Termasuk KBLI APLI ini 47999. Pada PP No. 5 sudah dikelompokkan berdasarkan risikonya dan baru 1349 KBLI dari 18 KL 16 Sektor, antara lain sektor perdagangan. Sementara dari 1349 KBLI sudah dikelompokkan mana saja bidang usaha yang masuk kategorinya risiko tinggi, menengah tinggi, menengah rendah atau rendah.
Ia menegaskan saat ini perizinan perusahaan sudah berbasis risiko. Tidak semua bentuknya izin tergantung dari tingkatan risikonya. Bila kategori rendah, maka pengaturan perizinan perusahaannya cukup NIB (Nomor Induk Berusaha). Semakin naik ke kategori menengah rendah, tidak hanya cukup NIB, tetapi juga dilengkapi dengan sertifikat standar. Baru kemudian yang berisiko tinggi memerlukan izin da nada proses pemenuhan persyaratan.
“APLI 47999 risikonya tinggi, artinya persyaratan pasti ada proses verifikasi, pasti ada proses pemenuhan terhadap persyaratan dan atau kewajiban. Jadi, tidak bisa keluar otomatis, ada proses validasi. Itulah yang dikenal dengan risikonya tinggI”. Katanya dalam talkshow yang bertempat di Pasaraya Blok M, Selasa (26/07).
Lebih lanjut, Dendy mengatakan bahwa khusus 47999, sistem penjualan langsung ada beberapa aturan sebagaimana yang telah di atur pada PP Pasal 1/No. 29 mengenai barang berwujud dan tidak berwujud. Ternyata ada yang diperdagangkan barangnya tidak berwujud atau disebut “ghaib”. Artinya barang tidak harus berwujud. Barang tidak berwujud dapat di sebut sebagai kategori komoditi yang diperdagangkan selama memiliki aspek manfaat yang dirasakan oleh konsumen.
Berbicara mengenai norma dalam penjualan langsung, dalam paparannya menjelaskan bahwa salah satu normanya adalah tidak boleh menjual di luar dari mekanisme distribusi langsung ataupun ada distribusi ekslusifnya. Begitupun sebaliknya untuk penjualan tidak langsung boleh memasuki pasar atau sistem penjualan langsung, sebagaimana diatur dalam PP No. 29. Menariknya, terkait dengan PP 29 ada pengaturan pasal No. 54 yang menyatakan produk komoditi berjangka tidak boleh dipasarkan melalui sistem penjualan langsung, kaitannya ada pada proses verifikasi.
“Bagaimana APLI yang sudah punya NIB, sudah punya SIUPL, tiba-tiba mau perdagangan ghaib yang ternyata masuk dalam perdagangan komoditi berjangka. Ini yang harus diartikan, barang-barang apa saja yang termasuk komoditi berjangka”, jelasnya.
Ia menekankan bahwa matrik penilaian yang menentukan bidang usaha termasuk kategori apa adalah berdasarkan aspek K3L (Keselamatan, Keamanan, Kesehatan, dan Lingkungan). Dari sinilah di nilai berdasarkan aspek probabilitas kemungkinan-kemungkinan terjadi manajemen risiko. Ditentukan suatu KBLI itu termasuk risikonya rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi.
Menambahkan mengenai perdagangan komoditi berjangka, Aldison menyebutkan bahwa dalam UU No. 32/1997 sebagaimana yang telah diubah di UU No. 10/2011 menerangkan Bappebti berwenang memberikan izin usaha kepada 5 bidang usaha yaitu Bursa Berjangka, Lembaga Kliring Berjangka, Lembaga Pialang Berjangka, Penasehat Berjangka, dan Pengelola Sentral Dana Berjangka.
“Intinya adalah setiap kegiatan perdagangan komoditi berjangka itu harus memiliki izin dari Bappebti. Kalau engga kena unsur pidana”, tegas dia dalam keterangannya.
Ia menambahkan bahwa perusahaan yang memiliki izin MLM, maka tidak diperbolehkan melakukan perdagangan berjangka komoditi, apakah itu forex, sistem perdagangan alternatif, emas digital dan kripto.
Ronny Salomo Maresa turut menyampaikan mengenai kategori barang yang diatur perundangan perdagangan ada dua yang berwujud dan tidak berwujud. Barang berwujud memiliki ciri khas tertentu yang menjadi kunci, yaitu adanya perpindahan kepemilikan.
Kesimpulannya, ketika perusahaan atau identitas menawarkan kepada orang, maka perlu di lihat apakah memiliki izin atau tidak dari Bappebti secara legal. Kedua, lihat sistemnya secara logis ketika diiming-imingi fix income, apakah masuk akal atau tidak. MLM tidak menjual produk gaib, sebagaiman diatur dalam perundang-undangan bahwa perusahaan MLM tidak diperbolehkan untuk masuk pada sistem perdagangan komoditi berjangka. Dengan demikian, bisa dipastikan produk MLM ada barang berwujud yang dalam sistem penjualannya terjadi perpindahan kepemilikan.
Sebenarnya dalam jenis bisnis apapun pasti ada tipu2 ya mbak.. Tapi karena MLM melibatkan banyak orang, ketika ada kasus jadi booom... meledak
ReplyDelete