Perjuangan Bidan Dwi Menurunkan Angka Kematian Ibu & Bayi di Jakarta Utara Berbuah Penghargaan Nasional
Tenaga Kesehatan (Nakes) punya peranan besar pada majunya pembangunan kesehatan. Bekerja sebagai Nakes adalah untuk mengabdi kepada kemanusiaan serta menjadi pelayan masyarakat. Banyak tantangan yang dihadapi dan disikapi dengan penuh tanggung jawab. Bekerja sungguh-sungguh dan tulus ikhlas memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Maka, patut jika titel pahlawan kesehatan dan pahlawan kemanusiaan disematkan pada profesi mulia ini.
Dari sekian profesi tenaga kesehatan adalah Bidan, sang pahlawan ibu bersalin. Profesi yang berperan penting dalam proses perjuangan seorang ibu tatkala melahirkan anaknya ke dunia. Entah, sudah berapa nyawa yang dilahirkan dengan selamat ke dunia melalui tangan-tangan bidan.
Tugasnya bukan sekedar membantu saat persalinan saja. Bidan punya tugas untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan ibu selama menjalani kehamilan sampai pasca melahirkan. Bidan juga andil untuk memastikan bahwa anak-anak yang dilahirkan mendapatkan akses perawatan dan pelayanan kesehatan yang mumpuni.
Di sisi lain, pada target pencapaian program kementerian kesehatan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Bidan mengemban tugas besar dilingkungan masyarakat untuk selalu memberikan edukasi pengetahuan kesehatan, konseling persalinan hingga pemberdayaan perempuan. Peranan ini yang tidak mudah untuk tergantikan oleh tenaga kesehatan lainnya.
Indonesia banyak melahirkan pahlawan ibu bersalin yang inspiratif. Kisah keteladanan dan usaha gigih mereka yang tanpa pamrih demi kemanusiaan menjadi panutan dan menginspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama. Salah satunya adalah teman karib saya yang juga berprofesi sebagai bidan.
Saya mengenal beliau belum lama, sejak tahun 2019. Meski kami berdua berbeda profesi, namun saya begitu salut dengan sumbangsih yang diberikan sebagai bentuk loyalitas dan kecintaan kepada profesi yang ditekuninya. Terlebih usia beliau yang terpaut lebih tua dan pribadi yang ramah kepada siapapun, menjadikan beliau sebagai sosok yang sangat disegani baik di lingkungan kerja maupun lingkup pertemanan.
Alasan saya kenapa beliau ini patut dianggap sebagai pahlawan adalah berkat gagasan yang ia buat sebagai kepedulian terhadap kesehatan ibu & bayi pasca melahirkan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu & bayi.
sumber: dokpri |
Adalah Dwi Yuniarti, bidan berjilbab yang sehari-hari bekerja sebagai bidan honorer Rumah Bersalin (RB) Puskesmas di bilangan kota Jakarta Utara. Beliau adalah sosok yang menginspirasi dengan gagasan programnya bernama “Kencana”, hingga mendapatkan apresiasi penghargaan nasional. Salah satunya penerima penghargaan sebagai Perempuan Inisiator Indonesia dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di tahun 2020.
Readers ingin tahu bagaimana cerita inspirasi dari seorang bidan Yuniarti, yuk ikuti cerita saya berikut ini ☺️.
Berangkat dari keprihatian…
Merintis profesi bidan, ia lakoni pertama kali di Puskesmas Kelurahan Kapuk Muara sejak tahun 1997. Saat itu ia baru berstatus sebagai bidan PPT hingga tahun 2000. Setahun kemudian, ia menjabat sebagai bidan volunteer di puskesmas yang sama sampai dengan tahun 2008. Selama bertugas di puskesmas ini, beliau mencermati data di rentang tahun 1997-2007 yang menunjukkan tidak adanya data kunjungan kontrol nifas yang dilakukan oleh para ibu pasca melahirkan.
Ia menyadari betul lokasi puskesmas yang masih sulit dijangkau masyarakat menjadi faktor penyebab kemungkinan para ibu enggan untuk datang ke puskesmas. Kondisi ini juga diperparah dengan wilayah Kapuk Muara yang merupakan daerah langganan banjir. Sehingga menghambat masyakarat mengakses layanan kesehatan.
Akhirnya, beliau mencoba berkordinasi dengan tim KPLDH guna memecahkan masalah akses layanan kesehatan kepada masyarakat. KPLDH merupakan program kesehatan di Jakarta yang berbasis jemput bola bila diperlukan sebagai tindakan awal. Tim ini terdiri dari dokter umum, perawat, dan bidan yang diperbantukan pada masing-masing puskesmas.
Bersama tim KPLDH membentuk puskesmas keliling dan melakukan kunjungan di lingkungan masyarakat serta posyandu. Kesempatan ini sekaligus digunakan beliau untuk mencari tahu kenapa para ibu enggan melakukan kontrol ulang ke puskesmas pasca melahirkan.
Beliau menceritakan bahwa ada saja alasan yang dilontarkan para ibu. Mulai dari sibuk dengan pekerjaan rumah tangga, tidak ada suami yang antar, sampai percaya mitos tertentu. Beliau memaklumi bahwa fenomena yang terjadi di lapangan, terlebih yang dihadapi adalah mereka dari keluarga menengah kebawah. Faktor ekonomi dan pola pikir menjadi alasan penyebabnya.
Kejadian serupa ternyata beliau temukan kembali ketika bertugas di Puskesmas Kecamatan Penjaringan di tahun 2008. Mirisnya, wilayah tempatnya bekerja menyumbangkan 2 angka kematian ibu. Di sinilah titik keprihatinannya. Beliau menyayangkan faktor kelalaian karena baik ibu maupun pihak terkait masih anggap sepele pentingnya pemeriksaan ulang berkala pasca melahirkan. Padahal selama masa kehamilan dan masa nifas adalah proses penting untuk memantau dan memastikan kesehatan ibu maupun janin yang dilahirkan, sebab sebagian besar kematian maternal terjadi pada masa nifas.
Menciptakan gagasan baru..
Beliau tidak ingin tinggal diam membiarkan kejadian ini terus berulang. Yang semestinya bisa ditangani hingga tidak sampai menyumbangkan angka kematian ibu. Menciptakan gagasan baru memang butuh kesabaran dan memakan waktu lama. Gagasan untuk membuat program dan sebuah alat bantu untuk ibu bersalin tercetus di sekitar tahun 2017.
Momen ajang penghargaan Nakes Teladan menjadi motivasi beliau untuk dapat menyalurkan gagasannya dan ikut berkompetisi di tahun depan. Keinginan beliau untuk mengikuti ajang ini di sambut baik oleh kepala puskesmas serta teman sejawatnya. Semenjak itu, beliau mulai merancang program dan mengembangkan alat bantu buatannya.
Seorang diri mempersiapkan program dan mendesain alat bantu, tentunya tidaklah mudah. Beliau mengatakan butuh waktu sekitar 3 bulan untuk menyelesaikannya, belum lagi berulangkali merombak dan mencetak ulang. Ia menginginkan dengan satu alat bantu dapat memudahkan baik ibu maupun pihak terkait seperti keluarga, bisa mengetahui apa yang harus dilakukan pada masa kehamilan dan masa nifas, termasuk kesehatan janin yang dilahirkan. Gagasan programnya ia namai dengan “Kencana”.
Cinta kasih Kencana…
Saya sempat menanyakan kepada beliau, kenapa harus memakai nama “Kencana”, bukan nama yang lain saja yang masih lekat dengan persalinan. Ternyata ini dia alasannya kenapa beliau memilih nama tersebut.
Kencana berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya adalah emas yang diberikan untuk seorang anak perempuan. Emas dianggap barang berharga, sesuatu yang harus di jaga dan di rawat. Ibarat emas, ibu dan bayi harus di jaga, di rawat, jangan sampai terjadi kematian. Menginginkan setiap ibu dapat melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas untuk menjadi generasi penerus bangsa. Derajat kesehatan dikatakan berhasil adalah dengan masyarakatnya yang sehat dan kuat.
Demikian beliau menjelaskannya.
Seperti apa rupa Kencana? 🧐
Kencana merupakan program yang diperuntukkan bagi para calon ibu untuk mengetahui segala hal tentang persalinan, mulai dari masa kehamilan, kesehatan janin sampai masa nifas. Ini sebagai upaya menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pasca persalinan atau masa nifas dan neonatus.
Program Kencana dilengkapi dengan sebuah alat bantu yang dapat memudahkan pasien untuk mengetahui jadwal kunjungan dan apa yang harus dilakukan selama rentang masa kehamilan hingga pasca melahirkan.
Alat bantu Kencana di beri nama “Kirana”, singkatan dari Kipas Rencana Kunjungan Anda. Menariknya, lembar kipas Kirana ini berbentuk love warna merah muda, warna khasnya perempuan. Di kanan bagian atas terdapat logo bentuk hati dengan sketsa ibu-bayi. Bagian tengah muka menyatu dengan lembar lingkaran yang dapat di putar bebas. Di sekeliling lingkaran terdapat bagian-bagian bulan yang berisi tanggal dengan kelipatan 5 sampai 25. Bagian muka lingkaran berisi bagian-bagian dengan warna-warna berbeda untuk membedakan apa-apa saja yang dilakukan selama masa nifas & neonatus.
Penggunaan alat bantu ini sangat mudah sekali. Cukup tempatkan garis pada tanggal persalinan yang telah ditentukan, maka otomatis bagian-bagian lain akan menyesuaikan jadwalnya. Ibu dapat mengetahui kapan waktunya melakukan imunisasi pada bayi, kapan waktunya ibu harus kontrol, kapan rentang pemberian ASI eksklusif 6 bulan, dan kapan waktunya kontrol bayi. Pada bagian muka belakang lembar Kirana, terdapat beberapa informasi seperti manfaat kontrol ibu dan bayi secara berkala serta cara Penyimpanan ASI Perah (ASIP).
Agar memudahkan siapapun untuk mengingatkan sang ibu terkait jadwal kunjungan kontrol. Kipas Kirana dilengkapi dengan lembaran stiker yang bisa ditempelkan di buku KIA ataupun di pintu rumah. Supaya mudah dilihat baik oleh keluarga, tetangga, maupun ibu kader PKK sehingga dapat menghindari faktor kelalaian kontrol ulang.
Lika Liku Kencana…
Meski telah mendapatkan support dari lingkungan pekerjaan serta teman sejawat, bukan berarti sosialisasi program Kencana tidak tanpa masalah. Beliau mengatakan bahwa tantangan paling sulit adalah merubah pola pikir dan pola perilaku yang terbentuk di masyarakat, khususnya kalangan menengah kebawah. Faktor ekonomi dan sosial masih menjadi hambatan. Mereka masih belum menyadari pentingnya sanitasi, pentingnya pergi ke puskesmas, manfaat memperhatikan tumbuh kembang bayi, dan lainnya. Faktor eksternal juga datang dari dukun beranak yang masih menganggap kehadiran bidan sebagai saingan.
Pertama, beliau mensosialisasikan program Kencana di lingkungan puskesmas tempatnya bekerja. Melakukan pengenalan baik di lintas program maupun di lintas sektor. Kemudian, beliau mencoba untuk mengajak ibu-ibu kader dasawisma di lingkungan bertetangga agar pendekatan door-to-door ke masyarakat menjadi lebih efektif. Pendekatan rutin juga dilakukan kepada ibu-ibu PKK agar memudahkan sosialisasi kepada ibu dukun beranak dengan memberikan pengetahuan terkait proses persalinan, sehingga mereka tidak merasa tersaingi oleh keberadaan bidan.
Usaha untuk mensosialisasikan program Kencana, ia juga lakukan dengan konseling kepada pasien-pasiennya, khususnya para ibu hamil trisemester ke-3 serta kepada calon pengantin. Seperti pengenalan tanda persalinan, mengenalkan perangkat penting dalam kamar bersalin mulai dari bidan, ruang bersalin, perlengkapan, siapa yang boleh mendampingi saat persalinan, serta nomor kontak yang dapat dihubungi pasien. Tujuannya agar nantinya pasien dapat merasa nyaman selama persalinan dan mengenal dengan baik petugas kesehatan yang menanganinya.
Bekerja sama dengan Suku Dinas (Sudin), beliau melakukan percontohan program Kencana di tiap-tiap puskesmas di wilayah Jakarta Utara. Dari percontohan ini di bentuk group komunikasi antar bidan puskesmas guna memudahkan pemberian informasi laporan secara online terkait kondisi pasien. Sehingga pasien pasca melahirkan dapat terus terpantau dan bila pasien tidak melakukan kunjungan kontrol dapat diketahui oleh petugas kesehatan setempat untuk segera ditindaklanjuti dengan mengunjungi pasien tersebut.
Proses tak khianati hasil…
Sebuah proses panjang tidak pernah mengkhianati hasil. Sejak program Kencana diluncurkan awal tahun 2018, respon positif terus mengalir dari berbagai pihak. Program Kencana berhasil menekan kasus angka kematian ibu di wilayah Jakarta Utara. Berkat gagasan programnya, beliau akhirnya dapat ikut serta di ajang penghargaan Nakes Teladan tahun 2018 untuk kategori Bidan se-DKI Jakarta.
sumber: suarapika.id |
Tidak berhenti sampai di sini, dukungan juga datang dari Walikota Jakarta Utara yang menghantarkan bidan kelahiran Jakarta ini menjadi salah satu dari 21 nominator ajang Ibu.Ibukota Awards tahun 2019. Paling menakjubkan adalah beliau satu-satunya nominator di bidang kesehatan. Apresiasi penghargaan juga diterimanya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebagai salah satu Perempuan Inisiator Indonesia tahun 2020.
Beliau mensyukuri pencapaian program Kencana yang telah diapresiasi oleh banyak pihak. Terlebih pendanaan yang tidak sedikit untuk bisa menjalankan program ini di support oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Puskesmas. Teman seprofesi pernah memberi masukan kepada beliau untuk mempatenkan Kencana, namun masih beliau pertimbangkan mengingat banyak hal yang harus dipersiapkan apabila Kencana dipatenkan. Beliau mengutarakan harapan, bahwa kedepannya program Kencana yang ia gagas tidak hanya untuk DKI Jakarta saja, tetapi bisa diterapkan di puskesmas di seluruh Indonesia.
Ada quotes yang saya ingat dari beliau, kenapa bersedia mengerjakan semua ini dengan begitu ikhlas dan tanpa pamrih. Beliau bilang kepada saya seperti ini:
Niat berbuat baik menghasilkan yang baik, menjalani tidak terbebani, jalani sesuai niat kita. Walaupun tidak beramal dengan uang, tapi dengan ilmu yang di dapat.
Dedikasi selama lebih dari 20 tahun berprofesi sebagai bidan dan masih berstatus honorer. Nyatanya tidak menyurutkan semangat beliau untuk berinovasi mengembangkan diri demi kepedulian kemanusiaan dan kebermanfaatan bagi sesama. Harapan saya apa yang beliau cita-citakan dapat terwujud di kemudian hari. Semoga saya juga bisa memberikan hadiah sebagai tanda #KadoUntukPahlawan atas sumbangsih yang dapat menjadi contoh bagi generasi muda.
Semoga cerita inspirasi beliau dapat menginspirasi dan memotivasi diri kita bahwa sekecil apapun niat baik dapat menjadi wujud yang besar, sebesar manfaat yang diberikan untuk sesama.
Sangat inspiratif ini kak apalagi perjuangan bidan nggak bisa dipandang sebelah mata bagi mereka yang sudah berkeluarga
ReplyDeletemasyaAllah pantas banget jadi pahlawan kesehatan bu bidan ini sih, sejak 1997 sudah berkarya, salut dengan gagasan nya :)
ReplyDeleteSebelumnya aku mau ngucapkan terima kasih banyak ke Bu Dwi krn sudah amat peduli pada kesehatan ibu hamil, sampai bikin alat bantu segala. Keren banget. Dan selamat atas penghargaannya ya, Bu Dwi, jerih payah selama ini terbayarkan manis sekali. Semoga apa yg dilakukan Bu Dwi ini menjadi inspirasi, terutama di dunia kesehatan. Makasih sudah share cerita ini mbak Nuny
ReplyDeleteSemoga Yang Maha Kuasa memberkati Bu Dwi yang sudah berjasa bagi sesamanya. Inspiratif sekali. Semoga juga menjadi penyemangat orang lain yang bekerja bidang yang sama.
ReplyDeleteSalut banget sama bidandari yang inspiratif kayak gini jujur aja gatau sama sekali klo ibu yang baru lahiran bisa check up ke puskesmas soalnya kalo di luar negeri bidan2 dateng ke rumah sebulan buat vantu ibu mandiin bayi, hiks jadi inget dulu 7 hari dah bisa mandiin bayi merah hehe
ReplyDeletePerjuangannya bidan Dwi Yuniarti ini sangat inspiratif sekali. Berkat jasanya banyak ibu hamil yang terselamatkan. Dan saya baru tahu apa arti Kencana. Filosofis banget ya artinya.
ReplyDeleteTerima kasih sudah berbagi cerita yang sangat inspiratif ini. Semoga Bidan Dwi senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan dalam bekerja. Dedikasinya selama 20 tahun bukan sebentar, sayangnya masih berstatus honorer ya. Saya baru tahu arti kencana, ternyata seindah itu maknanya.
ReplyDeleteLuar biasa dedikasinya Bu Bidan Dwi ini dan telah memperjuangkannya selama waktu 20 tahun.. Semoga terus diberikan kesehatan dan sukses terus program Kencananya, Aamiin..
ReplyDeleteSaya kagum membaca cerita ini, sekaligus mengingatkan pada Ibu saya yang hampir seluruh masa produktifnya dulu juga mengabdi sebagai bidan.
ReplyDeleteMerasa bangga karena di sebuah kota besar, kepedulian terhadap kiprah kemanusiaan masih bisa mendapat "tempat".
Bu bidan Dwi dan lainnya memang cocok jadi pahlawan kita, karena waktu ponakan daku dan daku (kata orangtua) lahir ke dunia ini dibantu oleh bidan. Sehat selalu buat semua bidan di Indonesia
ReplyDeleteInspiratif banget mbak cerita tentang ibu bidan Dwi ini
ReplyDeleteMemang bidan punya peran yang signifikan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi ya mbak
keren dan inspiratif sekali
ReplyDelete