APLI merupakan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia, adalah suatu organisasi yang merupakan wadah persatuan dan kesatuan tempat berhimpun para perusahaan penjualan langsung (Direct Selling/DS), termasuk perusahaan yang menjalankan penjualan dengan sistem berjenjang (Multi Level Marketing/MLM) di Indonesia.
Pada talkshow hari ketiga, APLI mengetengahkan tema talkshow “Implementasi New Normal Pada Industri Direct Selling Dalam Era Digitalisasi Terhdap Para Pelaku Usaha”. Acara dilaksanakan secara virtual melalui live YouTube APLI di studio NuSkin, Jumat (16/12)
Oke Nurwan, Dipl. Ing selaku Dirjen Perdagangan Dalam Negeri membuka pembahasan dengan menjelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Ia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dikatakan membaik, setelah terjadi resesi di akhir tahun 2020 sampai pertengahan semester I di tahun 2021, dan pada kuartal kedua tahun 2021.
“Secara formal Menteri Keuangan menyatakan bahwa Indonesia telah lepas dari resesi ekonomi karena pandemi selama empat kuartal berturut turut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada posisi negatif. Sedangkan pada kuartal kedua tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat cukup tajam di 7,07%, kalau dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya,” tegasnya
Kegiatan ekonomi perdagangan yang dijalankan dengan menerapkan protokol kesehatan memberikan dampak pada geliat ekonomi yang kian membaik. Bisa dikatakan bahwa pergerakan ekonomi di Indonesia cukup bagis bila dibandingkan dengan negara lain.
Beliau menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik dapat dilihat dari 4 pilar pertumbuhan ekonomi berbasis pengeluaran, yakni konsumsi rumah tangga, investasi, government spending dan ekspor impor.
Dalam pemaparannya, ia menjelaskan tentang konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia. Konsumsi rumah tangga mencatat angka 15.400 triliun di tahun 2020, dan memberikan kontribusi 9ribu triliun yang berarti kontribusinya hampir 59% dari PDB Indonesia
Konsumsi rumah tangga ini adalah pasar domestik, dimana harus dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat. Sebagaimana yang diterangkan oleh Oke Nurwan bahwa pada konsumsi pasar domestik ada berbagai kegiatan yang terjadi yaitu:
- Sisi pelaku usaha yang didalamnya ada pelaku usaha besar dan pelaku usaha tidak besar (UMKM). Pelaku usaha besar memberikan kontribusi kurang lebih 45% terhadap konsumsi rumah tangga. UMKM juga memberikan kontribusi hampir 55% dari konsumsi rumah tangga. MLM sendiri termasuk pada usaha mikro kecil dan menengah.
- Sisi produk yang beredar di pasar domestik pada konsumsi rumah tangga terdiri dari produk impor dan produk dalam negeri.
- Sisi tenaga kerja, konsumsi rumah tangga memberikan porsi yang besar dan sangat signifikan yang sekitar 92% dipasok oleh UMKM.
- Sisi pola perdagangan, di konsumsi rumah tangga ini pada era pandemi diwarnai oleh dua pola yakni pola perdagangan konvensional dan yang saat ini mulai berkembang pola perdagangan digital atau e-commerce.
Beliau menambakan bahwa diantara konsumsi rumah tangga terlibat didalamnya pola perdagangan baik yang langsung maupun tidak langsung, diantaranya MLM. Pada tahun 2020 terjadi kenaikan mitra usaha dari 6.3 juta di tahun 2019, naik menjadi 7,3 juta di tahun 2021 atau terjadi kenaikan 15,8%.
Peningkatan jumlah mitra usaha ini merupakan signal bahwa banyak masyarakat yang mengandalkan penjualan langsung sebagai salah satu sumber penghasilan atau sebagai penghasilan tambahan. Hal ini ditandai dengan peningkatan besar komisi dan bonus yang dibagikan oleh perusahan penjualan langsung kepada mitra usahanya.
Terkait pertumbuhan ekonomi di masa pandemi, Pak Dendi selaku rekan dari BKPM menyampaikan bahwa kunci pengendalian dari covid-19 ini adalah sangat erat dengan investasi. Karena investasi adalah penggerak motor utama dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Ketika investasi bisa dikendalikan pertumbuhannya dengan menjaga kunci pengendalian pandeminya, maka kita bisa bergerak lebih fleksibel dan leluasa.
“Dengan kondisi dan tantangan ekonomi di masa new normal, investasi menjadi kunci, berdasarkan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) tahun 2021, kita punya kebutuhan investasi sebesar 5800-5900 triliun, yang 90%nya dari swasta dan 10% dari pemerintah dan BUMN. Artinya swasta memiliki peran yang sangat penting” jelas Dendy Apriandi selaku Direktur Deregulasi Penanaman Modal.
Di masa new normal perizinan usaha bagi swasta mengalami banyak perubahan guna memangkas hiper regulasi. Sehingga usaha yang ingin mendaftarkan perizinannya tidak disama-ratakan, melainkan berdasarkan tingkat rasio risiko.
>> Baca yuk: APLI Talkshow Day 2: Mengenal MLM Syariah & Direct Selling di Indonesia
Dendy memaparkan dengan adanya perizinan berbasis risiko yang sudah mulai diberlakukan di masa new normal., maka semakin tinggi risiko barulah memerlukan izin. Jika tidak termasuk kategori risiko tinggi, cukup NIB (nomor induk berusaha). NIB ini diberikan untuk rasio kategori rendah yang bisa langsung di pakai untuk komersial.
Ia menambahkan, kalau untuk menengah rendah selain NIB bisa dilengkapi dengan sertifikat standar yang keluarnya secara otomatis berdasarkan mandiri, tidak ada verifikasi. Sementara untuk menengah tinggi, diperlukan NIB dan sertifikasi standar terverifikasi, artinya harus diverifikasi dahulu dan tidak melalui terbit langsung.
Pandemi covid ini mengakselerasi ataupun melakukan percepatan proses transformasi digital. Ini merupakan tantangan, dimana ketika peluang itu sangat besar, namun dari sisi regulasi belum mendukung. Disinilah harus bijak melihat kondisi tersebut dan mawas diri untuk tetap melakukan batasan-batasan dan pengawasan.
Untuk diketahui APLI Talk Show yang berlangsung 15-17 Desember 2021 merupakan salah satu rangkaian acara dari APLI Convention Ke-3 yang dilanjutkan dengan APLI Expo dan ApLI Award . Seluruh kegiatan talkshow ini turut dihadiri para blogger dari Komunitas Sahabat Blogger dan youtuber dalam menyampaikan dan menyebarkan informasi kepada publik.
Comments
Post a Comment