Lojor Teu Meunang Di Potong
Pondok Teu Meunang Di Sambung
Kurang Teu Meunang Di Tambah
Leuwih Teu Meunang Di Kurang
(Peribahasa Baduy yang tertulis di Kaos, oleh-oleh Baduy)
Cerita trip saya kali ini tentang Suku Baduy bareng teman-teman Backpacker Indonesia ^_^. Sudah pasti harganya jauh lebih lebih murah :-),dan yang pasti ala backpack habis!!
Kami start kumpul di Stasiun Kota jam 7 pagi, karena kereta yang ke Rangkasbitung jalan sekitar jam 7.45 pagi. Tiket kereta ekonomi Rangkasbitung hanya Rp 4.000,-. Nah, Namanya juga kereta ekonomi, siapa cepat dia dapat duduk :-D, untunglah kami-kami ini pada dapat duduk semua meskipun terpisah-pisah. Adrenalin kita sempet terpacu pas adegan-adegan para copet mencari mangsanya. Kejadiannya didepan mata saya. Beruntung bapak yang duduk samping saya, memperingati saya dan teman-teman saya untuk tidak memakai handphone di dalam kereta. Para gerombolan copet mendesak-desak mangsanya,padahal kereta tidak dalam keadaan penuh, dalam hitungan menit, mereka bubar,dan mangsanya sudah kehilangan dompet. Saya terbengong-bengong,ketika teman si copet memasukkan dompet ke dalam tasnya, seperti tidak terjadi apa-apa -__-". Saya tanya ke bapak yang duduk samping saya,kenapa ngga ada satupun yang mau menolong, Si Bapak hanya menjawab "kalau ada yang bantuin nti di tusuk", bleepp!!saya cuma nelen ludah aja. Pantas saja, semua menonton bak di film saja. Jadi berhati-hatilah kawan!!! Tapi tenang,setelah melewati stasiun Tiga Raksa, tuh copet pergi semua,karena sudah bukan wilayahnya lagi,dan kondisi aman :-) hehehe,bisa napas lega..
Akhirnya jam 10.30 sampai juga di Stasiun Rangkasbitung, setelah 3 jam perjalanan. Oya,pemberitahuan aja, kalau kereta ini finish sampai stasuin Merak Pelabuhan loh :). Untuk ke Ciboleger, dari Rangkasbitung, kita naik mobil elf dengan ongkos Rp 15.000,-/orang. Perjalanan kira-kira 1 jam kalau supirnya ngebut :-D, yah maklum kemaren supirnya ngebut abis, jadi bikin kita teriak abis juga :-D.
Nah, patung ini menandakan kita sudah sampai di Ciboleger. Disini banyak anak-anak kecil menjajakan tongkat untuk trekking ke Baduy Dalam. satu tongkat dengan harga Rp 1000,- murah banget yak :). Kami ngaso makan siang dan sholat dzuhur di rumah makan dekat patung Ciboleger. Bagi yang mau beli-beli persediaan makanan,disini juga tersedia indomaret, jadi bisa lebih prepare sebelum trekking.
Satu jam istirahat, sebelum berangkat kita patungan lagi Rp 50.000,-(untuk bayar elf berangkat, guide dan sewa rumah di Baduy Dalam), tepat jam 13.45 siap-siap berangkat untuk trekking. Karena kami pengen banget ke Jembatan Akar yang terkenal itu, jadi nambah ongkos mobil elf yang kita tumpangi untuk diantar ke tempat terdekat trekking ke Jembatan Akar.
Lubung Hasil Panen Baduy Luar |
Jembatan Akar |
Sekitar jam 7 malam, kami sudah tiba di Baduy Dalam. Mendekati area Baduy Dalam, semua alat elektronik harus dimatikan. Satu hal yang membuat saya takjub juga. Bayangkan, ketika kami masih berjalan di hutan lindung menjelang malam, ketemu papasan dengan orang Baduy Dalam. Mereka jalan ngga pake penerangan, dan ngga pake alas kaki, padahal lagi gerimis dan jalan agak licin. Kita aja udah pake senter dan tongkat masih aja kesandung, tapi mereka berjalan layaknya di jalan yang rata. Keren banget dah, salut buat orang-orang Baduy Dalam, walaupun kita pahami mereka hidup di dalam hutan, tapi kebayang kan orang awam aja, malam-malam didalam hutan bisa kesasar, tapi mereka ngga sama sekali. Two thumbs for Baduy :-)
Tak sembarang orang bisa bertandang di tengah orang Baduy Dalam. Hidup
di tengah harmonisasi alam dan kebijakan tentang nilai luhur yang terus
dijaga, seakan menjalar dalam nadi. Sebuah jembatan bambu dengan
bentuknya yang unik, menyambut kedatangan setiap tamu yang mengunjungi
Baduy Dalam. Inilah perbatasan yang memisahkan antara Baduy Luar dan
Baduy Dalam. Setelah melewati bagian ini, semua larangan yang
diberlakukan di daerah ini harus ditaati setiap pendatang, termasuk saya
tentunya. Ada beberapa aturan adat yang harus dipatuhi antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Baduy
Dalam, tidak menggunakan barang-barang elektronik, tidak mengotori
sungai dengan sabun atau odol, berkata dan berbuat tak senonoh, serta
sederet pantangan lainnya. Selain itu, wilayah yang dihuni oleh orang Kanekes ini juga terlarang
bagi orang asing (non-WNI). Konon beberapa wartawan asing sampai
sekarang belum berhasil masuk ke wilayah ini. Kalaupun ada yang mengaku sampai Baduy, nyaris dipastikan sesungguhnya
mereka berada di lingkungan Baduy Luar, yang lebih terbuka terhadap
orang luar dan sudah "terkontaminasi" modernisasi.
Di Baduy Dalam memang jauh dari namanya elektronik bahkan tidak ada sama sekali, kecuali senter yang digunakan oleh para wisatawan. Jadi suasananya sangat gelap sekali, sunyi dan dingin. Setelah sampai dirumah tempat kami tinggal. Istirahat sejenak. Bingung!!!!kemana nih kita mau bersih-bersih dan ganti baju. Secara, rumah di Baduy Dalam hanya berbahan kayu dan bilik bambu, seperti rumah panggung. Ternyata, untuk bersih-bersih kita harus ke sungai yang letaknya di depan jembatan masuk Baduy Dalam, berjarak sekitar 50 meter. Disungai ini tidak ada penutup antara laki-laki dan perempuan, hanya dibagi aja, untuk sebelah kanan laki-laki, dan kiri perempuan. Untuk laki-laki mungkin ngga masalah, mereka bisa mandi walau hanya dengan celana dalam aja :-D, tapi buat wanita, paling kami cuma basuh muka, cuci kaki tangan, sikat gigi, buang air kecil. Dan kalau mau BAB, hmmmm lebih baik diundur niatnya dech, karena bakalan susah banget nyari tempat yang cuco :-D. Jadi kalau lagi ke sungai, cukup sekali aja, ya jangan minum banyak-banyak, siapa juga yang mau nganterin ke sungai malem-malem, dan jalan di batu-batu, paling ngga kudu 3/4 orang barengan :).
Sudah umum, untuk makan malam kita bawa bahan mentah sendiri dan nanti dimasakin sama si Tuan Rumah. Cukup membawa beras 2 liter, ikan asin, sarden 2 kaleng, mie instant 3 bungkus. Dan sebagai ucapan terima kasih untuk si Tuan Rumah bisa seperti gula, kopi, ataupun bahan makanan lainnya.
Yap, makan malam sudah siap jam 8 malam, padahal waktu terasa lama disini, tapi baru jam 8 :( . Rasanya nikmat banget makan, padahal hanya pake sarden dan mie instans serta nasi. Tapi rasanya luar biasa kaya udah lama ga makan aja (lebay.com :D). Di sini guide dan Tuan Rumah juga ikut makan bareng dengan ransum yang kita bawa. Uniknya peralatan makan mereka banyak berasal dari bambu, tempat minumnya aja seperti botol besar bentuk jadul warna coklat tua hitam, gelasnya dari bambu jadi memberi rasa yang agak beda di lidah, seger gimana gitu :-D.
Setelah makan malam dilanjutkan dengan perkenalan sesama backpackers. Untuk tidur, kita dipisah menjadi 2 rumah untuk laki-laki dan perempuna. Sayangnya kita tidak bisa melewatkan waktu bersama sampai larut malam. Contohnya waktu teman-teman yang laki-laki masih ingin mengobrol ria, tapi kemudian diingatkan oleh si Tuan Rumah sambil mematikan pencahayaan, padahal baru jam 11 malam :-), ya sudah tanpa banyak tanya lagi, mereka ketempat masing-masing.
Setelah makan malam dilanjutkan dengan perkenalan sesama backpackers. Untuk tidur, kita dipisah menjadi 2 rumah untuk laki-laki dan perempuna. Sayangnya kita tidak bisa melewatkan waktu bersama sampai larut malam. Contohnya waktu teman-teman yang laki-laki masih ingin mengobrol ria, tapi kemudian diingatkan oleh si Tuan Rumah sambil mematikan pencahayaan, padahal baru jam 11 malam :-), ya sudah tanpa banyak tanya lagi, mereka ketempat masing-masing.
Bangun Subuh di tempat ini sungguh luar biasa segar. Udaranya dingin tapi tidak menusuk tulang. Air sungainya jernih dan segar membasahi setiap kulit. Seperti biasa, kita para wanita tidak ada yang mandi, paling hanya sikat gigi dan basuh-basuh aja, beda sama kaum laki yang kayanya enak bangeeett mandi gulungan di air sungai -__-" hufff jadi iri!! Oya untuk sholat, karena suku Baduy bukanlah beragama Islam, jadi seadanya sekali untuk sholat. Nah, pagi hari jangan lupa luangkan waktu untuk sekedar berjalan-jalan sekitar desa. Orang-orang Baduy Dalam sangat ramah, meskipun mereka tidak terlalu paham berbahasa Indonesia, tapi mereka murah senyum loh :-). Kecuali untuk para wanitanya, memang sangat jarang ditemui ataupun sekedar berbicara dengan kita, mereka seperti terbiasa menjaga pandangan :).
Pagi hari, kami sempatkan untuk ke tempat Jaro atau biasa disebut wakil dari pemimpin adat. Kami tidak bisa menemui Puun atau pemimpin adat jika berkelompok. Puun hanya bisa ditemui oleh perorangan. Jadi segala pertanyaan dari kami, Jaro-lah yang menajawabnya. Banyak hal yang saya ketahui dari kearifan suku Baduy. Keseharian kaum lelaki Baduy menggunakan ikat kepala putih. Kecuali Puun
atau pemimpin adat, para lelaki menggunakan baju hitam dan sarung
selutut berwarna biru tua bercorak kotak-kotak. Kaum perempuan
menggunakan sarung batik biru, kemben biru, baju luar putih berlengan
panjang. Gadis-gadis menggunakan gelang dan kalung dari manik. Untuk Baduy Dalam mengenakan baju berwarna putih, sedangkan Baduy Luar mengenakan baju berwarna hitam. Saya pernah tanya ke guide kami yang berasal dari Baduy Luar, bagaimana mereka dengan baju mereka, apakah harus beli atau membuat sendiri. Guide kami AA Emen namanya bilang, bahwa suku Baduy untuk pakaian, mereka harus berasal dari jahitan tangan, meskipun membayar atau membeli, yang pasti harus dari jahitan tangan.
Suku
Baduy Dalam, mereka setia berjalan kaki dalam melakukan perjalanan,
mengedepankan kejujuran, menolak mencemari lingkungan (tanah dan air),
dan tidak merokok. Baduy Dalam menerapkan adat lebih ketat dibandingkan
dengan Baduy Luar. Salah satu perbedaannya, warga Baduy Luar
diperbolehkan berkendaraan. Baduy Dalam hidup dengan aturan adat yang
ketat. Maka jangan heran jika kita memberikan alamat ke salah satu warga Baduy Dalam, mereka akan mengunjungi alamat tersebut dan percayalah mereka berjalan kaki menuju alamat yang dituju. Karena apa, karena mereka dilarang untuk berkendaraan. Sungguh luar biasa!!!
Selain itu, perhatikan rumah di Baduy Dalam. Semua memiliki tekstur, luas dan arah yang sama. Memang benar adanya, rumah warga Baduy Dalam harus menghadap barat-timur, kecuali Puun yang yang menghadap Timur-Selatan (red-kalau ngga salah inget ya :-D, apa kebalik,pokoknya begitu dah). Jadi kelihatan sekali mana yang rumah Puun,dan mana rumah warganya. Salah seorang pedagang souvenir juga mengatakan, meskipun ada orang Baduy yang banyak uang, tapi mereka tidak boleh melebih adat. Rumah harus tetap sama, tidak boleh lebih. Bahwa lebih atau kurang, harus sama-sama. Selain itu, Binatang peliharaan disini tidak ada yang berkaki empat seperti kambing atau sapi, hanya ada ayam dan sejenisnya.
Ada pertanyaan dari teman-teman tentang bolehkan mereka menikah dengan orang dari luar Baduy? Jawabannya adalah bahwa para wanitanya sudah dijodohkan oleh lelaki dari suku mereka sendiri. Kalau mereka berpacaran dengan orang diluar dari suku Baduy, maka mereka akan di asingkan. Tapi ini jarang sekali terjadi, karena umumnya para wanitanya menurut aja kalo dijodohkan. Sayang sekali, padahal wanita Baduy cantik-cantik dan sederhana sekali :). Masalah anak, hmmmm mereka nggak KB ataupun cukup dua anak seperti slogan pemerintah :). Sebaliknya, tidak ada batasan bagi mereka untuk mempunyai anak lebih dari 2 orang.
Soal pendidikan, sangat disayangkan disini tidak ada sekolah atau semacam tempat belajar bagi anak-anak Baduy. Tapi memang itulah keadaannya. Seperti yang dikatakan Jaro, bahwa mereka tidak memperbolehkan lembaga/perorangan untuk mengajar di Baduy Dalam. Jadi keinginan belajar itu biar muncul sendiri dari warganya, bukan ajakan dari luar. Tapi memang ada dari warga Baduy yang kemudian berhasil menempuh pendidikan, namun tetap tidak melupakan adat ketika kembali lagi ke desa.
Agama yang dianut mereka adalah kepercayaan. Menurut kepercayaan orang Kanekes mereka keturunan dari Batara Cikal,
salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul
tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang
pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk
warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk
menjaga harmoni dunia. Mereka juga menjalankan puasa, dan tidak ada ketentuan hari sepanjang mereka kuat untuk menjalankannya. Salah satu contoh menerapkan hukum adat seperti mengenai hukum mencuri. Jika warganya ketahuan mencuri, yang pertama dilakukan adalah di tegur, kemudian diasingkan, tapi kalau belum berubah, diserahkan sama yang Diatas (red-maksudnya Tuhan kali ya). Tapi sekali lagi, kejadian ini jarang juga ditemui. Warganya sangat patuh kepada adat yang berlaku.
Setelah makan pagi dengan menu yang sama seperti semalam :) siap-siap pulang, mungkin sekitar jam 10 pagi. Kali ini trekking kami jauh lebih mudah ditempuh dibanding hari sebelumnya. Jalannya juga banyak melalui hutan lindung, jadi tidak terlalu panas. Jarak tempuh kalau cepat bisa 3 jam. Kami molor waktu jadi 4 jam, karena pake ada acara mampir ke rumah guide kami di Baduy Luar. Sajian pisang tandan dan air putih serasa menghapus sedikit lapar dan dahaga kami :). Sebelum keluar dari area Baduy Luar, ada sederetan tempat menjajakan souvenir seperti gantungan kunci, gelang, kaos, kain tenun. Untuk harga relatif sama berkisar antara 20-35 ribu, gantungan kunci-gelang rata-rata bisa dapet Rp 10ribu (3 macam) malah bisa nego lagi :-D, kalau kain tenun seperti syal harganya sekitar Rp 50ribu. Kalau beli banyak, pastinya dikasih lebih muuuuraaah lagi!!!
Sampai di peristirahatan tempat makan, sekitar jam 1 siang. Selesai Ishoma (istirahat,sholat,makan) sekitar jam 2.15 siang. Kali ini patungan lagi Rp 15ribu/orang untuk bayar mobil Elf ke Stasiun Rangkas Bitung. Perjalanan langsung kebut pake mobil Elf ke Stasiun RangkasBitung, karena kereta dari RangkasBitung ke Stasiun Kota berakhir pukul 4 sore. Alhamdulillahnya, kami tepat semua...sampai pas tepat waktu cuma kurang 5 menit, tepat keretanya mau siap-siap berangkat-pak masinisnya sudah manggil-manggil, tepat lari-larinya kalau ngga cepet bisa ketinggalan kereta, tepat dapat duduknya di bagian gudangnya kereta alias kumpul bareng sama kambing juga dan duduk nglosor di lantai yang setiap kali kuping harus siap-siap denger tooootttt toooootttt suara sirinenya kereta 😀
Tapi itulah nikmatnya berbackpacker ria :), susah-sedih-senang-sendu-sepi yang dialami sama-sama. Yang tadinya ngga kenal, dalam 1 hari bisa jadi akrab, yang tadinya ngga punya barengan pulang - eh dapat teman yang ternyata deket rumah juga paling ngga satu arah pulang, yang bawa pacarnya - jadi tambah lengket karena saling menjaga pas trekking, alah :-D. Selain itu, jadi semakin banyak bersyukur betapa indahnya lukisan dari Yang Maha Pencipta, hamparan alam yang indah dipandang mata. Dan satu lagi, Indonesia beragam wajahmu, ini baru satu suku yang mewarnai indahnya keragaman Indonesia. See u soon on next trip ^_^
Salam Ransel
sungguh ironis,,,dtenagh pesatnya teknologi,ternyata dpedalaman sana mash bnyak yg ga boleh tersentuh teknologi dan pendidikan..kasihan..tapi salut.inilah indonesia bhinneka tunggal ika
ReplyDeletebpi baduy terimakasih kalian tlah memberiku warna baru dlm hidup pada umumnya dan hati pada khususnya ;)